Resep serangan balik Real Madrid di El Clasico semalam sebenarnya cukup sederhana. Lakukan intersep, cari Karim Benzema/Vinicius Junior/Rodrygo, dua-tiga pemain ikut naik dari second line buat tambah opsi umpan dan cekik Barcelona yang kerahkan banyak personel kala menyerang. Itu terjadi di skema gol mereka yang dijaringkan David Alaba dan Lucas Vazquez, dua pemain yang berperan sebagai bek pada pertandingan ini.
Barca tak punya penawar buat transisi kilat Madrid, sedang sentuhan akhir mereka kurang canggih ‘tuk perdaya Thibaut Courtois.
Atau mungkin pencarian kecanggihan itu yang bikin mereka lupa bahwa sentuhan akhir bisa berupa sederhana seperti yang dilakukan Sergio Aguero di akhir laga. Sergino Dest, pemberi assist untuk gol pertama Kun dalam panji Azulgrana, akan mengingat momen itu dan belajar darinya.
Dan barangkali di El Clasico atau partai-partai berikutnya, ia tak akan kehilangan ketenangan, lantas lambungkan bola di situasi kritis satu lawan satu dengan kaki luarnya, seperti pada menit 24.
Baca Juga: Tekad Umtiti Kembali Jadi Andalan Barcelona
Keputusan Koeman turunkan Oscar Mingueza di pos bek kanan, sebab Dest isi pos jauh di garis depan, terlihat seperti perjudian yang meleset. Lepas turun minum, Mingueza adalah personel pertama yang Koeman tarik, berikan jalan buat Phil Coutinho. Ia jalani hari yang panjang, meski hanya sebabak, dengan eksplosivitas Vinicius di sayap kiri Madrid.
Bek jebolan La Masia juga yang paling dekat ketika David Alaba lepaskan tembakan lengkung tanpa mampu tersentuh Ter Stegen. Itu bukan kesalahannya, namun dalam skema 3-4-3 kala Barca menyerang, ia jadi sasaran anak-anak Madrid saat transisi. Belum tentu Sergio Roberto bisa garansi penampilan lebih oke, sih. Halo, Emerson Royal.
“Apa yang saya pikirkan saat itu? Mencetak gol.” jawab Alaba tentang gol pertamanya bagi Madrid. Bek berpaspor Austria itu punya kans ‘tuk sodorkan bola pada Benzema, namun merasa cukup percaya diri lepaskan tembakan langsung. Tidak buruk buat pemain gratisan.
Dengan ketertinggalan itu, Barca punya sekitar satu jam buat temukan gol penyeimbang yang tak kunjung datang. 34 crossing dilancarkan tapi mereka cuma punya 1 tembakan ke gawang. Hanya sekali. Fati ada di sana, Depay juga, Coutinho, Gavi. Kredit buat zona pertahanan El Real dan komandannya Casemiro yang mampu batasi ruang kreasi talenta-talenta kreatif Barcelona.
Penghujung El Clasico Pertama dan Pertanyaan yang Tersisa
Lima belas menit menuju akhir, Gerard Pique sudah berada di garis depan. Luuk de Jong masuk menit 85, setelah Aguero. Ronald Koeman tunjukkan upaya buat hindari tiga kekalahan berturut-turut dalam pertemuan rival bebuyutan ini. Pada konferensi pasca laga, ia merasa bahwa timnya lebih mengambil inisiatif ketimbang lawan, mampu lepaskan diri dari cap inferior, dan tidak layak kalah. Namun, sayangnya, pertandingan sepakbola dimenangkan oleh seberapa banyak gol yang anda cetak, bukan seberapa besar inisiatif.
Baca Juga: Garcia, Zubimendi, Lainez: 6 Talenta Potensial LaLiga 2021/22
Pelatih lawan, manajer sepuh, Don Carletto menolak terbang terlalu tinggi. “Ini terasa menyenangkan,” ujarnya sambil tersenyum. Seolah menyadari jika Madrid masih harus pertontonkan ketenenangan yang sama pada laga-laga lain, seperti ketika bertemu Sheriff atau Espanyol.
Klaim Pique untuk penalti di akhir laga, yang berada dalam satu sekuen dengan lari dari gawang ke gawang Vazquez dan pertegas keunggulan tim tamu, merupakan bumbu khas partai terbesar di Spanyol ini.
Walaupun kedua tim, dengan sepak terjang sejauh ini, masih belum mantap buat sandang label favorit juara La Liga musim ini. Apalagi menyinggung Eropa.
Halo juga gagasan Super League.
Rakaisa Langit
Facebook
***