Fernando Carro, CEO Bayer Leverkusen, mengkhawatirkan perkembangan Bundesliga dan jarak yang terjadi dengan Premier League. Jika kondisi saat ini terus berlangsung, dengan jomplangnya angka revenue televisi, mereka bisa saja “hanya” berperan sebagai Liga Pengembangan (Development League) bagi sejawat di Negeri Elizabeth sana.
Di Bundesliga, Leverkusen bisa saja mendaku diri sebagai klub terkaya nomor 3, di belakang Bayern Munchen dan Borussia Dortmund. Namun, bila bersanding dengan para partisipan Premier League, mereka sangat mungkin berada di tiga besar terbawah.
Dengan realita ini, Die Werkself kesulitan berkompetisi di lantai bursa, bahkan dengan klub-klub promosi Liga Inggris macam Norwich atau Brentford. Leverkusen kepayahan beradu besaran transfer dan penawaran gaji bagi pemain bidikannya.
Baca Juga: Florian Wirtz, Wonder Kid Baru Leverkusen
Tentu saja tak perlu menjadi CEO untuk melihat fenomena ini. Banyak sudah pemain yang diekspor Bundesliga ke Premier League, seperti Kai Havertz, Ilkay Gundogan, Pierre Emerick Aubameyang dan Granit Xhaka. Yang lebih menakutkan bagi Carro adalah klub Jerman tak memiliki pilihan selain menjual bintangnya di bursa hanya demi tetap bertahan. Bukan lagi karena pertimbangan taktik atau kecocokan skema pelatih.
Pengalaman Pahit Persaingan
“Kami coba membeli pemain di musim panas lalu dan mendapati diri kalah bersaing dengan tim promosi Premier League. Mereka mampu menawarkan uang transfer dan gaji lebih tinggi dari kami, tim empat besar Jerman. Premier League punya sumber daya yang melampaui kompetisi-kompetisi domestik lain. Ini tidak baik bagi kami.”
Dalam lima tahun terakhir saja, Leverkusen telah hasilkan 142 juta Pounds dari penjualan pemain ke kompetisi itu. Meski menguntungkan secara bisnis, lalu-lintas searah ini meresahkan Carro.
“Transaksi hak siar sudah sulit ditingkatkan sekarang. Jadi dua cara paling signifikan yang tersisa adalah menjuarai kompetisi Eropa dan, kembali lagi, transfer pemain.” kata Carro.
“Pada akhirnya transaksi-transaksi transfer dengan tim Inggris memang mendongkrak pendapatan yang masuk. Akan tetapi, rasanya seluruh Bundesliga hanya menjadi kolam pengembangan bagi Premier League.”
Baca Juga: Piala Super Jerman: Dua Gol Dortmund Tidak Sah, Bayern Bersorak
“Bahkan Borussia Dortmund harus menjual pemainnya ke sana. Satu-satunya pengecualian saat ini mungkin Bayern Munchen.”
Solusi bagi situasi ini, dalam penglihatan Carro, belumlah terang. Hak siar Bundesliga belum memiliki nilai tawar lebih ketimbang kompetitor tangguhnya itu. Begitu pun sektor-sektor lain – seperti sponsorship, tiket stadion, merchandise dan lain-lain – masih cukup berjarak dengan angka kontrak televisi.
Mantan CEO Bayern Munchen, Karl-Heinz Rummenigge, pernah usulkan batas gaji yang disepakati bersama untuk mengawal iklim kompetitif yang terancam oleh anggaran mewah tim-tim Inggris. Carro menanggapi usulan itu dengan skeptis, apalagi jika aturannya bergantung pada persentase pemasukan klub.
Rakaisa Langit
Facebook
***